Kota Padangsidimpuan terkenal dengan sebutan kota salak karena banyaknya kebun salak di sana, terutama pada kawasan di kaki Gunung Lubukraya.
Nama kota ini berasal dari "Padang na dimpu" (padang=hamparan luas,
na=di, dan dimpu=tinggi) yang berarti "hamparan rumput yang luas yang
berada di temapat yang tinggi." pada zaman dahulu daerah ini merupakan
tempat persinggahan para pedagang dari berbagai daerah, pedangan ikan
dan garam dari Sibolga -Padang Sidempuan-Panyabungan, Padang Bolak
(paluta)- Padang Sidempuan-Sibolga.
Seiring perkembangan zaman, tempat persinggahan ini semakin ramai dan
kemudian menjadi kota. Kota ini dibangun pertama kali sebagai benteng pada 1821 oleh pasukan Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Lelo. Benteng ini membentang dari Batang Ayumi sampai Aek Sibontar. Sisa-sisa benteng peninggalan Perang Paderi
saat ini masih ditemukan, walau sudah tidak terawat dengan baik. Dan
pengaruh pasukan Paderi ini berdampak pada agama yang dianut oleh
mayoritas penduduk kota ini beragama Islam.
Pada zaman penjajahan Belanda, kota Padang Sidempuan dijadikan pusat
pemerintahan oleh penjajah Belanda di daerah Tapanuli. Peninggalan
bangunan Belanda disana masih dapat dijumpai berupa kantor pos polisi
pusat kota padangsidimpuan. Sehingga tidak heran, kalau ingin melihat
sejarah kota Padang Sidempuan, tersimpan foto-foto zaman dahulu kota
Padang Sidempuan di sebuah museum di kota Leiden, Belanda.
Sebelumnya Padangsidimpuan merupakan Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982. Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001, berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2001, Kota Padang Sidempuan ditetapkan sebagai Daerah Otonom
dan merupakan hasil penggabungan dari Kecamatan Padang Sidempuan Utara,
Kecamatan Padang Sidempuan Selatan, Kecamatan Padang Sidempuan
Batunadua, Kecamatan Padang Sidempuan Hutaimbaru, dan Kecamatan Padang
Sidempuan Tenggara yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
0 komentar:
Posting Komentar